Hukum Tayamum dalam Islam

Hukum Tayamum dalam Islam

Kedudukan Tayamum dalam Fiqih Islam
Tata cara tayamum
Sahabat. Pada kesempatan ini, semoga menjadi awalan kita untuk tetap semangat dalam mengarungi bahtera agama islam ini.

Bersyukur alhamdulillah kita masih diberikan kesempatan oleh Alloh SWT untuk beribadah, bekerja, bersilaturrohi, menuntut ‘ilmu, berkarya, dalam bulan penuh rohmah dan maghfiroh yakni bulan Rajab, juga berada di sayyidul ayyam (induknya hari) yakni hari Jum’at.
Pada kesempatan ini akan kita bahas mengenai salah satu cara yang harus dilakukan oleh seseorang untuk memperoleh kewenangan dalam melakukan sholat. Beberapa artikel sebelumnya telah kita bahas tata cara wudhu sesuai tuntunan Rosululloh Muhammad SAW. 

Dalam penjelasan tersebut memang sudah dijelaskan di dalam kitab Fiqih Fathul Qorib (Fathun Naqib), bahwa salah satu kewajiban yang harus dilkukan seorang muslim ketika akan melaksanakan ibadah sholat adalah melakukan wudhu. Sehingga, wudhu merupakan sebuah ‘amaliah ibadah yang tidak dapat ditinggalkan seorang muslim ketika akan melakukan sholat.
Namun, apakah ada hal lain sebagai pengganti wudhu ketika seseorang sedang menderita udzur syar'i (sakit panas, luka-luka dsb) sehingga tidak bisa melakukan wudhu (bersentuhan langsung dengan air) ?
Permasalahan tersebut saya kira sudah pernah kita alami sendiri. Ketika kita masuk angin, badan panas, dokter biasanya akan menganjurkan untuk tidak bersentuhan terlebih dahulu dengan air. Atau udzur yang sejenisnya. Sehingga, untuk memperoleh kewenangan menjalankan sholat tersebut, maka tidak diwajibkan bagi muslim karena sedang udur untuk berwudhu ketika akan melaksanakan sholat. Namun harus melaksanakan ‘amaliah ibadah pengganti wudhu, yakni Tayamum.

Sahabat. Seperti halnya ketika kita akan melaksanakan sholat, namun ketika dalam keadaan sakit, misalkan tidak bisa berdiri, maka Alloh SWT memberikan kewengan untuk melakukan sholat dengan duduk; ketika tidak bisa dengan duduk, diberikan kewengan melakukan sholat dengan berbaring. Maka, hal itu juga berlaku untuk ‘amaliah ibadah tayamum tersebut. Dari uraian di atas, maka menjadi wajib hukumnya bagi seorang muslim untuk mempelajari masalah tayamum ini, jikalau memang sedang tidak dapat melakukan wudhu. Jika tidak dipelajari, maka bisa dipastikan tayamum yang dilakukan tidak akan sah secara syara’, dan mengakibatkan sholat juga tidak akan sah.
Semoga kita digolongkan orang yang senantiasa bersyukur, aamiin
Wallohu a’lamubish showaf.
(http://petunjuk-islam.blogspot.com/).*
Cara Berwudhu Sesuai Tuntunan Nabi Muhammad SAW

Cara Berwudhu Sesuai Tuntunan Nabi Muhammad SAW

Cara Wudhu yang Benar sesuai Sunah Nabi Muhammad SAW cara berwudhu sesuai sunah nabi Muhammad SAW
Sahabat muslim. Pada kesempatan ini akan kita pelajari bagaimana kita melaksanakan ‘amaliah wudhu sesuai syariat dan sunah Nabi Muhammad SAW.

Perlu kita ketahui, bahwa wudlu merupakan sebuah ‘amaliah khusus umat Nabi Muhammad SAW dan diwajibkan bersamaan dengan perintah diwajibkannya sholat lima waktu. Hal itu sesuai dengan perintah isro’ mi’roj Nabi Muhammad SAW pada bulan Rojab, dan alhamdulillah kita pada saat ini sudah masuk hari ke-2 bulan Rojab. 

Walaupun waktu itu, rosulluloh Muhammad SAW sebelum turun perintah diwajibkannya wudhu, beliau sudah menjalankan wudhu.

Diceritakan, bahwa tatkala Nabi Muhammad SAW ditetapkan menjadi Rosul, malaikat Jibril as datang kepada beliau dan mengajarkan tatacara (kaifiyah) melaksanakan wudhu kemudian melaksanakan sholat sunah dua rokaat.
Berdasarkan peristiwa tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa amaliah wudhu merupakan sebuah peraturan agama Islam mulai zaman kuno. Hal itu sesuai dengan sabda Nabi Muhammad SAW, “bahwa wudhu itu adalah perbuatanku dan perbuatan Nabi-nabi sebelumku mulai Nabi Ibrahim as”.

Sahabat. Dalam mempelajari masalah wudhu, perlu kita fahami bersama bahwa terdapat hal yang harus kita ketahui, yakni syarat rukun sunah dan makruh di dalam wudhu. Oleh karena itu, dalam bahasan ini akan kita pelajari bersama.
 

A. Syarat-syarat Wudhu
Syarat-syarat merupakan suatu perkara yang menjadi sah tidaknya wudhu yang kita lakukan. Adapaun syarat sahnya wudhu antara lain:
1. Islam
Apabila ada orang selain beragama Islam melakukan wudhu, maka dihukumi tidak sah.
2. Tamyiz (sehat akan dan fikiran, tidak gila)
3. Menggunakan air yang suci dan bisa mensucikan [sudah kita bahas dalam bahasan sebelumnya]
4. Tidak ada perkara yang dapat menghalang-halangi keabsahan wudhu. Hal ini terbagi menjadi dua, yakni:

  1. Perkara yang menghalangi sampainya air pada kulit (kotoran dan lain-lain).
  2. Perkara yang menghalangi secara syariat, seperti perempuan dalam keadaan haid, nifas.
5.  Telah masuk waktu untuk melaksanakan wudhu (hal ini berlaku untuk orang yang dalam keadaan darurat, misalnya perempuan yang mengalami Mustahadhoh dan Daimul Hadas.
 

B. Rukun Wudhu
Rukun adalah suatu perkaran yang wajib dilaksanakan pada saat melakukan wudhu. Apabila dalam melakukan wudhu ada “salah satu” rukun tidak dilaksanakan, maka dihukumi tidak sah.

wudhu
 Rukun wudhu tersebut antaralain:
1. Niat
2. Membasuh muka
3. Membasuh kedua tangan sampai siku-siku
4. Mengusap sebagian kepala
5. Membasuh kedua kaki sampai mata kaki
6.  Urut atau tertip.
1. Niat
Makna niat secara hakikat adalah berkeinginan (untuk mewujudkan sesuatu) bersamaan dengan melakukan tindakan untuk tujuan yang telah ia tetapkan. Dalam istilah bahas Jawa yakni “niat berangkat”. Apabila tidak dilaksanakan bersamaan dengan perbuatan yang ingin ia capai, maka itu baru sebatas “angan-angan” dan cita-cita saja, dan itu belum dihukumi melakukan niat.


Niat ditetapkan dalam rukun wudhu yang pertama. Hal itu sesuai dengan sabda Nabi Muhammad SAW, “tercapainya segala sesuatu ‘amal perbuatan itu harus dilandasi dengan perkara niat”. Dalam melaksanakan wudhu, hukum niat adalah fardhu atau wajib. Niatnya adalah menghilangkan Hadas, tidak niat menghilangkan najis. Karena apabila terkena najis, cukup dengan membersihkan najis tersebut tidak perlu menggunakan wudhu. Sehingga dapat dikatakan, bahwa seseorang yang dalam keadaan wudhu, maka tidak batal ketika ia terkena najis, baik najis mukhofafah, mutawasithoh dan mugholadhoh.


Berkebalikan dengan hadas, yakni memerlukan niat untuk membersihkannya, sama halnya seperti menjalankan ‘ibadah lainnya, seperti sholat, puasa dan lain-lain. Syarat sahnya niat adalah beragama islam. Maka tidak dihukumi sah niatnya orang kafir, karena ia tidak termasuk ahli ‘ibadah.


Waktu menjalankan niat wudhu adalah bersamaan dengan ketika membasuh bagian wajah/muka. Oleh karena itu, orang tersebut harus sudah melaksanakan niat ketika air sudah sampai pada bagian muka, seperti kening.

Adapaun niat wudhu yang benar sesuai sunah adalah sebagai berikut:
  1. Niat menghilangkan hukumnya hadas
  2. Niat untuk memperoleh kewengan melakukan sesuatu dengan adanya wudhu, misalkan untuk memegang Al-Qur’an
  3. Niat melaksanakan wudhu karena fardhu
  4. Niat berwudhu
  5. Niat bersuci dari hadas
Lebih mudah dan utama jika niat wudhu diucapkan dengan lafadz berikut:

“aku niat melakukan wudhu untuk menghilangkan hukumnya hadas kecil, fardhu karena Alloh Ta’ala”.

2. Fardhu wudhu yang kedua adalah membasuh muka.
Dalam melakukan rukun ke-2 ini, kita diwajibkan untuk meratakan air kesemua bagian wajah. Adapun batas dikatakan area wajah adalah dari tempat tumbuhnya rambut kepala sampai jenggot, dan dari “centhil-tempat anting” telingan kanan sampai kiri.


Adapun cara membasuhnya adalah dengan meratakan air ke seluruh bagian muka pada basuhan pertama, jangan sampai ada yang kelewatan. Hal itu sama halnya pada bagian tempat keluarnya air mata, tempat “belok-belobok-Jawa.red” juga harus basah. Tidak hanya itu, rambut di bagian wajah seperti alis, bulu mata, kumis dan jenggot juga harus basah terkena air sampai kulit.


Untuk bagian jenggot, terdapat pengecualian. Jika rambut jenggot dirasa “tebal, lebat” (ketika dilihat orang secara berhadap-hadapan tidak terlihat kulit tempat tumbuhnya rambut jenggot) maka hanya cukup untuk dibasuh menggunakan air saja tanpa harus sampai pada kulit. Hal itu berlaku sebaliknya jika rambut jenggotnya sangat tipis dan terlihat kulitnya, maka wajib dibasuh seluruh rambut dan bagian kulit harus terkena air.


Bagaimana jika ada seorang perempuan atau banci terdapat rambut jenggot?Maka hukumnya sama halnya dengan pada pria, karena hal itu jarang sekali ditemui.
 

3. Fardhu wudhu yang ke-3 adalah membasuh kedua tangan sampai siku-siku
Alloh SWT berfirman, “basuhlah tangan kalian sampai pada siku-siku”. Sahabat Jabir ra berkata,”aku melihat ketika Rosululloh akan berwudhu, ketika membasuh kedua tangan sampai siku-siku, beliau memutar-mutarkan air dan mengosok-gosoknannya”, kemudia beliau berkata,”berwudhu itu harus seperti ini, dan Alloh SWT tidak mau menerima sholat seseorang yang wudhunya tidak seperti yang aku contohkan tadi”.


Dari petunjuk tersebut, maka ketika membasuh kedua tangan sampai siku-siku, maka wajib meratakan dan membasahi seluruh bagian tangan, termasuk rambut, uci-uci, atau jari-jemari (termasuk kuku bagian dalam). Selain daripada itu, juga diwajibkan untuk menghilangkan segala sesuatu apapun yang dapat menghalang-halangi sampainya air pada kulit, seperti cat, minyak, lem, pelekat-pulut, kemenyan dan segala jenis kotoran.

Jika terdapat kotoran di dalam kuku yang dapat mencegah sampainya air ke kulit kuku bagian dalam, maka wudhunya dihukumi tidak sah. Sehingga, sholatnya secara syara’ juga tidak sah. Oleh karena itu, sungguh kita harus berhati-hati dalam melaksanakan tuntunan dalam melaksanakn wudhu ini.
 4. Fardhu Wudhu ke-4 adalah Mengusap Sebagian Kepala
Alloh SWT berfirman, “dan usaplah kepala kalian”.
Permasalahan mengusap kepala ini, tidak harus meratakan air ke seluruh bagian kepala, melainkan hanya sebagian saja. Misalkan hanya mengucap bagian rambut juga sudah dikatan sah. 

Yang paling utama dalam mengusap kepala adalah bagian “puser-unyeng-unyeng” kepala. 
Hal itu sesuai keterangan sahabat Mughiroh ra, “sesungguhnya Nabi Muhammad SAW itu melakukan wudhu, setelah mengusap kedua tangan beliau megusap “puser-unyeng-unyeng” dan menguap Sorban (penutup kepala). Bahwasanya, ketika mengusap kepada itu tidak harus menggunakan tangan, namun boleh menggunakan kain atau kayu.
 

5. Fardhu Wudhu ke-5 adalah Membasuh Kedua Kaki sampai Mata Kaki
Firman Alloh SWT,”hendaklah kalian basuh kedua kaki dan mata kaki kalian...”.

Dan dijelaskan di dalam hadis yang shohih, Rosullulloh Muhammad SAW berkata,”setelah mengusap kepala, maka basuhlah kaki sampai mata kaki bagian kanan, baru kaki dan mata kaki yang kiri”. Hal itu juga berlaku pada seluruh bagian yang terdapat pada kedua kaki dan mata kaki, seperti kuku dan rambut. Apabila terdapat kotoran atau hal-hal yang menghalang-halangi sampainya air ke kulit kaki dan mata kaki, maka wajib dihilangkan terlebih dahulu.
 

6. Rukun Wudhu ke-6 adalah Tertib (berturutan)
Maksud rukun ke-6 ini adalah, ketika melakuakn wudhu hendaknya harus dilakukan dari rukun pertama samapai ke-5 secara berturutan.

Apabila ada “satu” saja rukun yang “dibalik”, maka wudhunya tidak sah. Misalkan membasuh muka dilaksanakan paling terakhir setelah membasuh kedua kaki sampai mata kaki. Padahal membasuh muka adalah rukun ke-2 setelah niat (walaupun pelaksanaannya bersamaan dengan niat).
Hal itu sesuai dengan sabda Nabi Muhammad SAW,”nabi Muhammad SAW ketika berwudhu selalu berturutan. Setelah selesai berwudhu beliau berkata:
”wudhu itu adalah seperti ini. Alloh tidak akan menerima sholat kalian, jika kalian berwudhu tidak seperti yang aku contohkan”.
Dalam bahasan di atas kenapa memasukkan air ke hidung tidak termasuk rukun? Lalu dihukumi bagaimana memasukkan air ke hidung dan membasahi telinga?

Kedua pertanyaan tersebut merupakan amaliah sunah dalam wudhu. Dan tentu akan lebih baik untuk dijalankan, tanpa mengurangi rukun wudhu yang harus kita lakukan.

 Sahabat. Begitulah cara melakukan wudhu sesuai tuntunan Nabi Muhammad SAW. Jika secara syara' wudhu kita tidak sah, maka jelas dipastikan sholat kita juga tidak sah. So, mari kita belajar dan menjalankan cara berwudhu sesuai tuntunan sunah Rosul Muhammad SAW ini.

(http://petunjuk-islam.blogspot.com/).*
Makna Hari Kartini 21 April 2015

Makna Hari Kartini 21 April 2015

Ibuku Sayang
ibu kartini
Sahabat muslim. Pada kesempatan ini menjadi sebuah hari "Ibu" sedunia, yakni seorang sosok "ibu Kartini" yang menjadi "icon" sosok seorang ibu yang sangat didambakan oleh suluruh rakyat Indonesia, atau bahkan di Dunia.

Dengan mengenang kelahiran beliau, tepatnya hari ini tanggal 21 April, menjadi sentral perubahan peradaban bangsa Indonesia. Para "anak pertiwi" kita, mulai dari PGTK, SD, SMP sampai tingkat pendidikan lanjut berefuria memperingatinya.

Namun, sudahkan kita belajar makna yang terkandung dari hari Kartini?

Pada suati ketika, ada seorang bayi yang akan lahir. Ketika sebelum dilahirkan, ia bertanya kepada Robbul 'izati Maha Pencipta.

Bayi: "mereka mengatakan kepadaku bahwa Engkau akan mengirimku ke dunia besok, tetapi bagaimana aku bisa hidup di sana dalaam keadaan kecil dan lemah seperti ini?".

Robb menjawab: "Di antara beberapa malaikat Aku akan memilihkan salah satu untukmu yang akan menunggi dan menjagamu".

Bayi:"tapi di Surga ini aku tidak dapat melakukan apapun kecuali bernyanyi dan tersenyum. Hal itu yang aku butuhkan untuk bahagia".

Robb: "malaikatmu akan bernyanyi setiap hari dan kamu akan merasakan cinta dan kebahagiaan bersamanya".

Bayi: "bagaimana aku mengerti ketika orang berbicara kepadaku jika aku tidak mengetahui bahasa mereka?".

Robb: "Itu sangat mudah. Malaikatmu akan mengatakan kepadamu kata-kata yang indah dan manis yang akan kamu dengar dengan segala kesabaran dan perhatian. Malaikatmu akan mengajarimu bagaimana berbicara".

Bayi itu memikirkan apa yang Robb katakan.

Bayi: "dan apa yang akan aku lakukan saat aku ingin berbicara kepada-Mu ya Robb?".

Robb: "malaikatmu akan mengajarimu berdo'a".

Bayi: "aku pernah mendengar bahwa di dunia banyak orang jahat.Siapa yang akan melindungiku?".

Robb: "malaikatmu akan melindungimu sekaipun membahayakan jiwanya!

Bayi iti sedih dan berkata, "tentu aku akan selalu sedih karena aku tidak akan bertemu dengan Mu lagi".
Robb: "malaikatmu akan selalu menceritakan tentang Aku dan mengajarimu jalan kembali kepada-Ku, meskipun sebenarnya aku selalu berada di dekatmu".Padaa saat itu banyak kedamaaian di surga, sementara di dunia sudah mulai terdengar suara-suara. Dalam keadaan tergesa-gesa, bayi itu bertanya dengan lembut."Wahai Robb. Jika aku harus pergi sekarang, tolong katakan kepadaku nama malaikatku".Jawab Robb: "nama malaikatmu tidak penting. Kamu akan singkat memanggilnya, yakni dengan sebutan.....,.......???
Sobat. Dari cerita hikmah di atas, menurut rekan-rekan siapa nama malaikat si BAYI tadi?
Apa yang bisa sobat petik hikmah dari cerita di atas? Silakan ulasakan pada kolom komentar njeh.
Aminkan do'a kita bersama, semoga selalu semangat menjadi orang yang baik, aamiin.
Cara Siwak Sesuai Sunnah Nabi Muhammad SAW (Gosok Gigi)

Cara Siwak Sesuai Sunnah Nabi Muhammad SAW (Gosok Gigi)

Cara Siwakan yang Baik dan Benar
siwak
Siwakan/memggosok gigi itu selain melaksanakan sunah dalam berwudhu, namun juga perkara yang dianjurkan untuk dilaksanakan di dalam kehidupan kita. Selain waktu pagi sampai sore bagi yang berpuasa fardhu atau sunah.

Nabi Muhammad SAW bersabda:
" Siwakan/gosok gigi ini adalah kebiasaanku/tindakanku, dan perbuatan para Nabi mulai dari Nabi Ibrahim as".
Waqoolu aidhon:
"siwakan/gosok gigi itu bisa membersihkan gigi dan mendatangkan ridho/menyenangkan Alloh SWT".
Bagaimana hukumnya melakukan Siwak bagi orang yang sedang berpuasa? 
Hukumnya adalah makruh. Seperti sabda Nabi Muhammad SAW berikut ini:
"sesungguunya bau mulutnya orang yang sedang menjalankan puasa di bulan Romadhon, dihadapan Alloh SWT itu lebih wangi (harum) daripada harumnya minyak Kasturi".

Dijelaskam bahwa lebih bagus ketika melakukan siwakan dalam tiga keadaan:
1. Ketika merasa mulutnya merasa tidak enak karena lama tidak berbicara (misalkan bangun tidur), atau setelah makan dengan bau yang tidak enak (makan bawang merah, bawang putih, Pete, jengkol dan sejenisnya).
Tujuannya adalah untuk menjaga bau tidak enak tadi dikawatirkan dapat mengganggu orang lain atau Malaikat.
Bahkan siwakan/gosok gigi seletah bangun tidur (siang atau malam) dihukumi "sunnah Muakad", walapun mulut orang tersebut merasa masih "fresh-segar".

Wallohu a'lam
Hukum Bangkai Anjing, Babi dan Celeng dan Tata Cara Memasak Kulit

Hukum Bangkai Anjing, Babi dan Celeng dan Tata Cara Memasak Kulit

hukum bangkai hewan
Sahabat. Banyak sekali fenomena saat ini berkenaan ketidak bertanggungjawabnya seseorang yang "tega" menjual makanan bekas dan dan tidak layak dimakan. Hal itu banyak sekali telah diliput di media masa atau elektronik tentang penyebaran "daging ayam, sapi, atau kulit sapi" dengan cara dicampur formalin. Tidak hanya itu saja, ada juga seseorang yang memanfaatkan sisa daging dari restoran yang tidak habis, kemudian digunakan untuk bahan abon dan pelengkap bubur ayam.

"Astaghfirullohal 'adhim"

Fenomena tersebut sangat mengkhawatirkan kepada para konsumen yang tidak tahu asal muasal daging yang mereka makan. Dari segi kesehatan, hal itu tentu sangat membahayakan konsumen. Belum lagi dari pandangan Agama Islam, jelas sebuah perbuatan yang sangat berdosa.

Sahabat. Dari keprihatinan tersebut, Ane mencoba menuliskan beberapa kaidah hukum fiqih yang berkenann dengan tata cara menggunakan kulit hewan yang suci untuk dimakan. Selain daripada itu, kita tambahkan hukum mengenai jasad (bangkai) bani Adam (anak keturunan Nabi Adam as-manusia).

Hukum Kulit Anjing, Celeng dan Babi (hidup atau sudah menjadi bangkai)

Bahwasanya, semua kulit bangkai hewan selain Anjing, Celeng dan anak-anaknya (walaupun anak hasil perkawinan antara Anjing dan celeng dengan hewan yang suci, seperti Kambing), maka kulit bangkai tersebut bisa dihukumi suci dengam cara di masak.

***.Note:
Hukum anak hasil perkawinan antara Anjing, Celeng dan Babi dengan hewan yg dihukumi suci (kambing, sapi dll) maka anaknya tetap dihukumi sebagai najis Mugholadoh (najis besar).

Cara Memasak Kulit Hewan yang Telah Mati

Adapun cara memasaknya:
  1. Kulit hewan tadi dibersihkan terlebih dahulu (daging, darah dan sesuatu apapaun yang menyebabkan bau tidak sedap-badeg).
  2. Dicuci menggunakan air dan digosok menggunakan sesuatu yang kasar dan berasa Masam/sepet, seperti akar tumbuhan Akasia.

Pada suatu ketika, kambing Dewi Maimunah mati, ketika diperiksa Rosululloh, beliau berkata:
"Lau akhottum ihaa bahaa, faqooluu innaha mayyitatun, faqoola Rosululloh SAW: yuth hiruhulmaau walqorodh".
Artinya: Sebaiknya kulit bangkai kambing itu diambil dan digunakan. Para hadirin berkata:"kambing tersebut bangkai ya Rosululloh?". Lalu Nabi SAW berkata: "ketahuilah bahwa kulit bangkai kambing tersebut bisa disucikan dan digunakan dengan cara dicuci menggunakan air yang "dijantoni" dan menggunakan alat pemasak kulit. Namun apabila kulit Anjing dan Celeng atau anaknya, walapun hasil perkawinan dengan yang Suci, maka tidak bisa suci sekalipum dimasak menggunakan alat-alat pemasak".

Tulang, bulu dan bangkainya hewan yang telah mati tetap dihukumi najis. Adapun yang dimakud dalam penjelasan ini, yang dinamakan Bangkai adalah hewan yang telah mati tidak karena disembelih (dipotong oleh manusia secara aturan syariai Islam). Sehingga, apabila ada hewan yang dihukumi suci (kambung, sapi, ayam dll) yang disembelih dengan tidak mematuhi aturan agama Islam, maka hewan tersebut tetap dihukumi sebagai bangkai dan harom untuk dimakan.
Alloh berfirman: "Hurrimat 'alaikumulmaitatu (Bangkai itu harom dimakan untuk kalian semua)".
Sesuatu apapun yang tidak haram (harom) dan tidak berbahaya apabila dimakan, dan seketika itu bisa dihukumi harom, maka itu dikarenakan status najisnya sesuatu tsb.
Menerangkan sebuah kasus berikut.

Ada seekor kambing yang sedang "meteng-hamil" (kambing kok hamil, bingung bahasanya pasnya gimana.red) kemudian disembelih dan anak calon kambing tsb ikut mati, maka anak kambing tsb tetap dihukumi bukan bangkai.

Rosululloh SAW bersabda: "dzakaatul janiini dzakaatu ummihi (anak hewan hasil disembelih induknya itu ikut hasil penyembelihan indukannya, dan termasuk Mustanaya yang hukumnya sama seperti Janin").

Misalkan: ada kambing yang susah dijinakkan, kemudian dilempar menggunakan benda tajam dengam niat menyembelih dengan membaca Bismillah (menyebut nama Alloh SWT), maka kambing itu dihukumi bukan bangkai (tetap halal untuk dimakan).

Penjelasan Bangkai Manusia

Bahwasanya segala sesuatu bagian dari tubuh manusia, misalkan tulang belulang, kulit, rambut dan semua bagian anggota tubuh manusia, maka dihukumi suci.
Alloh berfirman: "walaqod karromnaa baniii aadam (telah nyata Aku-Alloh menganggap mulia anak keturunannya Nabi Adam as)".
Karena dianggap mulia oleh Alloh SWT, maka Bani Adam (keturunan Nabi Adam) yakni seluruh umat manusia, apabila meninggal jasadnya tetap suci tidak dihukumi najis.

Demikian syariat Islam mengatur sedemikian rupa akan hukum tentang cara mengolah kulit hewan yang telah mati dan jasad manusia. Semoga kita menjadi bertambah keimanan kita kepada Alloh SWT, aamiin.

Wallohua'lam
(http://petunjuk-islam.blogspot.com/).*
Keutamaan dan Fadhilah Sunah di Bulan Rajab

Keutamaan dan Fadhilah Sunah di Bulan Rajab

Fadhilah Bulan Rojab

doa bulan rojab

Sahabat. Beberapa hari lagi kita sebagai umat muslim akan segera memasuki bulan Rajab, insyalloh jatuh pada hari senin 20 April 2015 ini. Dengan datangnya bulan Rajab, maka kita bisa melaksanakan beberapa 'amalan sunah yang begitu besar manfaat dan fadhilahnya. 

Tidak hanya sekedar manfaat dan fadhilah, bahwa di bulan Rajab pula telah diturunkannya sebuah "wahyu" besar dalam sejarah Islam, yakni wahyu sholat lima waktu yang diturnkan oleh Alloh SWT kepada Nabi Muhammad SAW pada tanggal 27 Rajab, wallohu 'alamu bish showaf. Tentu sahabat muslim sudah banyak sekali mendengar Ceramah dan dahwah dari para Kiyai dan mubaligh mengenai sejarah bulan Rajab dan peristiwa yang terkandung di dalamnya.

Dalam kajian hikmah kali ini, kita akan mengulas beberapa keutamaan bulan Rajab.

Pengertian Bulan Rajab
Secara lughoh (bahasa), kata Rajab memiliki beberapa arti diantaranya mulia atau agung. Karena saking Agungnya bulan Rajab ini, pada masa Jahiliah sangat dihormati. Salah satu bukti penghormatan waktu itu adalah tidak diperbolehkannya peperangan dalam bulan tersebut.  Makna yang lain adalah al-isti’dad  atau persiapan.
Seperti sabda Rasulullah saw.
إنه ليرجب فيه خير كثير لشعبانArtinya: "Sebaiknya disiapkan banyak kebaikan menjelang bulan sya’ban".
Sulthanul Auliya’ Syaikh Abdul Qadir al-Jailani menerangkan dalam kitabnya Al-Ghunyah bahwa kata rajab terdiri dari tiga huruf ra’-jim-ba’. Masing-masing memiliki arti. "Ra’ " mengandung nilai "Rahmatullah", "jim" mengandung nilai "juudullah", dan "ba’ " mengandung nilai "birrullah". Dengan demikian sepanjang bulan rajab mengandung nilai-nilai luhur yang dapat diperoleh mereka yang berniat bersungguh-sungguh meraihnya. Meraih rahmat tanpa ada bala, meraih kemurahan Allah dan meraih kebaikannya yang tak akan pernah kering.

Hal ini sesuai dengan apa yang pernah disabdakan Rasulullah saw bahwa Rajab adalah bulan Allah saw:
"Rajab adalah bulan Allah, Sya’ban adalah bulanku (Rasulullah saw) dan Ramadhan adalah bulan umatku semu."
Demikianlah keistimewaan bulan rajab sehingga Rasulullah saw memberi prediket pada bulan ini dengan julukan syahrullah. Sungguh bulan ini merupakan bulan kemurahan Allah swt. beberpa hadits menunjukkan adanya pelipat gandaan pahala bagi mereka yang beramal pada bulan rajab.

Barang siapa yang melonggarkan satu beban kehidupan sesama saudara mu’min di bulan Rajab, Allah akan membangunkan istana untuknya di surga firdaus yang luasnya sejauh pandangan matanya. Karena itu, muliakanlah bulan Rajab,pasti Allah akan memuliakanmu dengan seribu kemuliaan.

Begitu juga pelipat gandaan dalam sedekah di bulan Rajab Rasulullah saw bersabda:
"Barang siapa bersedekan di bulan Rajab, maka Allah swt akan menjauhkannya dari api neraka sejauh jarak tempuh burung gagak yang terbang bebas dari sarangnya hingga mati karena tua. Menurut sebagain pendapat, umur burung gagak mencapai limaratus tahun."

Allah Ta’ala berfirman:
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu melanggar syi’ar-syi’ar Allah , dan jangan melanggar kehormatan bulan-bulan haram …” (QS. Al Maidah: 2)
Ayat mulia ini menerangkan secara khusus keutamaan bulan-bulan haram, yang tidak dimiliki oleh bulan lainnya. Bulan yang termasuk Asyhurul hurum (bulan-bulan haram) adalah dzul qa’dah, dzul hijjah, rajab, dan muharam. (Sunan At Tirmidzi No. 1512).

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
“Setahun ada 12 bulan, di antaranya terdapat 4 bulan haram: tiga yang awal adalah Dzul Qa’dah, Dzul Hijjah, dan Muharam. Sedangkan Rajab yang penuh kemuliaan antara dua jumadil dan sya’ban.” (HR. Bukhari No. 3025)
Dinamakan Rajab karena itu adalah bulan untuk yarjubu, yakni Ya’zhumu (mengagungkan), sebagaimana dikatakan Al Ashmu’i, Al Mufadhdhal, dan Al Farra’. (Imam Ibnu Rajab, Lathaif Al Ma’arif, Hal. 117. Mawqi’ Ruh Al Islam).

Semoga dengan sedikit ulasan ini, kita menjadi muslim yang baik, aamiin.
Allohummaghif ya Robb..

(http://petunjuk-islam.blogspot.com/).*

Thoharoh Bagian Ke-2: Istilah Ma'fu dalam Fiqih Islam, Pengertian Air Dua Kulah dan Bangkai Lalat dan Tawon

Thoharoh Bagian Ke-2: Istilah Ma'fu dalam Fiqih Islam, Pengertian Air Dua Kulah dan Bangkai Lalat dan Tawon

cuci tangan agar tidak najis
Ma'fu, Air Dua Kulah dan Bangkainya Lalat serta Tawon

Pada kesempatan ini akan Ane lanjutkan pembahasan Thoharoh pada artikel sebelumnya

Mungkin rekan-rekan sudah terbiasa mendengar istilah dima'fu kan? Istilah ini biasanya berkutat dengan hal-hal fiqih. Berikut ini akan sedikit saya ulas kembali masalah tersebut namun dalam konteks study kasus. 

Hal yang membedakan antara najis yang tidak menyebabkan dihukumi najis, dan biasa disebut "dima'fu" (diampuni). 

Jika membaca sub judul tersebut, rasanya aneh njeh. Namun tidak demikian. Contoh kasus yang sesuai dengan bahasan tersebut adalah sebagai berikut:
Bangkai hewan yang darahnya tidak mengalir (lalat, tawon, semut, kecoa dan sejenisnya) asalkan bangkai tadi tidak dimmasukkan secara sengaja (masuk ke dalam air secara alami-karena angin) dan tidak mengakibatkan perubahan sifat air yang terkena bangkai tsb.
Namun apabila bangkai tadi dimasukkan secara sengaja ke dalam air suci (entah anak kecil, orang gila sekalipun atau hewan), maka tetap dihukumi air mutanajis walaupun sifat air tsb tidak mengalami perubahan.
Pada bagian anggota tubuh bangkai tsb dihukumi sebagai bangkai. Misalkan ada bagian tubuh bangkai Kutu/tumo/lalat dsb masuk ke dalam barang "cair", maka:
- Zat cair tetap suci jika masukknya karena secara alami (misalnya angin).
- Zat cair dihukumi najis jika masukknya disengaja

Seperti halnya najis yang tidak terlihat mata (bisa tercium aroma najis namun tidak nampak wujudnya) tidak bisa mengakibatkan zat cair menjadi najis.
Contoh: ada lalat yang hinggap di atas najis yang berupa kotoran basah, lalu lalat tsb hinggap di atas zat cair. Maka zat cair tsb tetap dihukumi suci.

Ukuran Air Dua Kulah (Kolah)
Menurut perkataan yang lebih Shohih, menjelaskan bahwa:
- air dua kulah = kurang lebih bobot 500 Kati (satuan Kati negara Bagdad)
- satu kulah = volume air dua Gheribo (ukuran volume negara Hijaz kala itu)
- satu Gheribo = mendekati/tidak lebih dari 100 Kati

Bab air selain terbagi menjadi empat (4) yg telah diterangkan di atas, namun pada kenyataannya masih bisa dikelompokkan menjadi satu lagi, yaitu air suci namun dihukumi harom digunakan untuk bersuci.
Contohnya:
1. Berwudhu menggunakan air yang dipeoleh dengan cara "ghosob".
2. Berwudhu menggunakan air yang ditempatkan dipinggir2 jalan dan tujuannya untuk diberikan kepada orang yang sedang membutuhkan air untuk minum.

Ukuran Air Dua Kulah (Kolah)
Menurut perkataan yang lebih Shohih, menjelaskan bahwa:
- air dua kulah = kurang lebih bobot 500 Kati (satuan Kati negara Bagdad)
- satu kulah = volume air dua Gheribo (ukuran volume negara Hijaz kala itu)
- satu Gheribo = mendekati 100 Kati