Cara Menyambut Bulan Ramadhan Bagi Setiap Muslim

Cara Menyambut Bulan Ramadhan Bagi Setiap Muslim

menahan perkaran haram di bulan ramadhan
Sebagai seorang muslim sejati, tentunya akan selalu berupaya berikhtian menjalankan ibadah di bulan Ramadhan dengan khusyu' dan ikhlas. Namun demikian, tidak serta merta mudah menjalankan hal itu. karena memang sudah ditakdirkan oleh Alloh SWT bahwa di muka bumi ini sampai di yaumil ba'ts (hari pembalasan), manusia akan senantiasa digoda oleh salah satu makhluk Alloh SWT yang bernama Syaithon (setan).

Sehingga, dalam menjalankan ibadah puasa di bulan Ramadhan ini kita perlu menyiapkan diri guna memperoleh nilai tujuan puasa yang hakiki. Dalam bahasan kali ini, sedikit petunjuk bagi setiap umat muslim saat akan menjalani ibadah puasa, diantanya diterangkan dalam beberapa hadis di bawah ini.

Beberapa hadis di bawah ini menerangkan secara gamblang bagaimana kita seharusnya sebagai seorang muslim dalam menyongsong menjalankan ibadah puasa Ramadhan. Dengan harapan, kita benar-benar menjadi muslim yang bertakwa secara kaffah.

Cara Menyambut Bulan Ramadhan sesuai Syariat dan Sunnah Nabi Muhammad SAW
Beberapa hal yang perlu dilakukan dalam menyambut bulan Ramadhan dijelaskan dalam beberapa hadis berikut ini:


1. Bulan Ramadhan yang penuh kemuliaan dan keberkahan, padanya dilipatgandakan amal-amal kebaikan, disyariatkan amal-amal ibadah yang agung, di buka pintu-pintu surga dan di tutup pintu-pintu neraka [1].

2. Dan karena agungnya keutamaan bulan suci ini, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam selalu menyampaikan kabar gembira kepada para sahabatradhiyallahu ‘anhum akan kedatangan bulan yang penuh berkah ini [2].

3. Sahabat yang mulia, Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, menyampaikan kabar gembira kepada para sahabatnya, “Telah datang bulan Ramadhan yang penuh keberkahan, Allah mewajibkan kalian berpuasa padanya, pintu-pintu surga di buka pada bulan itu, pintu-pintu neraka di tutup, dan para setan dibelenggu. Pada bulan itu terdapat malam (kemuliaan/lailatul qadr) yang lebih baik dari seribu bulan, barangsiapa yang terhalangi (untuk mendapatkan) kebaikan malam itu maka sungguh dia telah dihalangi (dari keutamaan yang agung)”[3].

4. Imam Ibnu Rajab, ketika mengomentari hadits ini, beliau berkata, “Bagaimana mungkin orang yang beriman tidak gembira dengan dibukanya pintu-pintu surga? Bagaimana mungkin orang yang pernah berbuat dosa (dan ingin bertobat serta kembali kepada Allah Ta’ala) tidak gembira dengan ditutupnya pintu-pintu neraka? Dan bagaimana mungkin orang yang berakal tidak gembira ketika para setan dibelenggu?”[4].

5. Dulunya, para ulama salaf jauh-jauh hari sebelum datangnya bulan Ramadhan berdoa dengan sungguh-sungguh kepada Allah Ta’ala agar mereka mencapai bulan yang mulia ini, karena mencapai bulan ini merupakan nikmat yang besar bagi orang-orang yang dianugerahi taufik oleh Alah Ta’ala. Mu’alla bin al-Fadhl berkata, “Dulunya (para salaf) berdoa kepada Allah Ta’ala (selama) enam bulan agar Allah mempertemukan mereka dengan bulan Ramadhan, kemudian mereka berdoa kepada-Nya (selama) enam bulan (berikutnya) agar Dia menerima (amal-amal shaleh) yang mereka (kerjakan)”[5].

6. Maka hendaknya seorang muslim mengambil teladan dari para ulama salaf dalam menyambut datangnya bulan Ramadhan, dengan bersungguh-sungguh berdoa dan mempersiapkan diri untuk mendulang pahala kebaikan, pengampunan serta keridhaan dari Allah Ta’ala, agar di akhirat kelak mereka akan merasakan kebahagiaan dan kegembiraan besar ketika bertemu Allah Ta’ala dan mendapatkan ganjaran yang sempurna dari amal kebaikan mereka. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Orang yang berpuasa akan merasakan dua kegembiraan (besar): kegembiraan ketika berbuka puasa dan kegembiraan ketika dia bertemu Allah”[6].

7. Tentu saja persiapan diri yang dimaksud di sini bukanlah dengan memborong berbagai macam makanan dan minuman lezat di pasar untuk persiapan makan sahur dan balas dendam ketika berbuka puasa. Juga bukan dengan mengikuti berbagai program acara Televisi yang lebih banyak merusak dan melalaikan manusia dari mengingat Allah Ta’ala dari pada manfaat yang diharapkan, itupun kalau ada manfaatnya.Tapi persiapan yang dimaksud di sini adalah mempersiapkan diri lahir dan batin untuk melaksanakan ibadah puasa dan ibadah-ibadah agung lainnya di bulan Ramadhan dengan sebaik-sebaiknya, yaitu dengan hati yang ikhlas dan praktek ibadah yang sesuai dengan petunjuk dan sunnah Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam. Karena balasan kebaikan/keutamaan dari semua amal shaleh yang dikerjakan manusia, sempurna atau tidaknya, tergantung dari sempurna atau kurangnya keikhlasannya dan jauh atau dekatnya praktek amal tersebut dari petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam[7].

8. Hal ini diisyaratkan dalam sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Sungguh seorang hamba benar-benar melaksanakan shalat, tapi tidak dituliskan baginya dari (pahala kebaikan) shalat tersebut kecuali sepersepuluhnya, sepersembilannya, seperdelapannya, sepertujuhnya, seperenamnya, seperlimanya, seperempatnya, sepertiganya, atau seperduanya”[8].

9. Juga dalam hadits lain tentang puasa, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Terkadang orang yang berpuasa tidak mendapatkan bagian dari puasanya kecuali lapar dan dahaga saja”[9].
itulah beberapa cara yang perlu dilakukan bagi setiap muslim dalam menyongsong ibadah puasa di bulan Ramadhan. Semoga bermanfaat.

Salam.

Keterangan:
[1] Sebagaimana yang disebutkan dalam HSR al-Bukhari (no. 3103) dan Muslim (no. 1079).

[2] Lihat keterangan imam Ibnu Rajab al-Hambali dalam kitab “Latha-iful ma’aarif” (hal. 174).

[3] HR Ahmad (2/385), an-Nasa’i (no. 2106) dan lain-lain, dinyatakan shahih oleh syaikh al-Albani dalam kitab “Tamaamul minnah” (hal. 395), karena dikuatkan dengan riwayat-riwayat lain.

[4] Kitab “Latha-iful ma’aarif” (hal. 174).

[5] Dinukil oleh imam Ibnu Rajab al-Hambali dalam kitab “Latha-iful ma’aarif” (hal. 174).

[6] HSR al-Bukhari (no. 7054) dan Muslim (no. 1151).

[7] Lihat kitab “Shifatu shalaatin Nabi r” (hal. 36) tulisan syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani.

[8] HR Ahmad (4/321), Abu Dawud (no. 796) dan Ibnu Hibban (no. 1889), dinyatakan shahih oleh Ibnu Hibban, al-‘Iraqi dan syaikh al-Albani dalam kitab “Shalaatut taraawiih (hal. 119).

[9] HR Ibnu Majah (no. 1690), Ahmad (2/373), Ibnu Khuzaimah (no. 1997) dan al-Hakim (no. 1571) dinyatakan shahih oleh Ibnu Khuzaimah, al-Hakim dan syaikh al-Albani.